Saat semuanya terasa ruwet, buntet, riuh, nggak ada jalan keluarnya, maka journaling adalah obatnya. Buat kamu generasi lama, journaling itu seperti menulis buku harian.
Pada dasarnya, journaling diartikan sebagai kegiatan menulis yang bisa membantu orang untuk menata perasaan dan pikirannya.
Dulu mungkin menulis ya nulis aja ya. Nah, sekarang journaling sudah banyak diteliti dan terbukti membantu meringankan kepala yang berat karena masalah.
Terus apa hubungan antara journaling dan slow living? Saat semuanya terasa berat, journaling akan membantumu kembali mindfull. Pause sejenak dari dunia luar. Kembali terhubung dengan diri sendiri.
Jenis-jenis Journaling
Dulu, menulis buku harian dianggap kegiatan yang biasa saja, bahkan cenderung dianggap nggak ada gunanya. Sekarang, bahkan journaling diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis.
- Reflective journaling
Cara orang lain zaman dulu menulis buku harian bisa disebut dengan reflective journaling. Isinya tentang apa yang kamu rasakan. Hal-hal yang memenuhi pikiran.
Boleh juga menuliskan langkah-langkah hidup ke depan. Resiko yang kemungkinan akan dihadapi.
Boleh juga sekedar menuliskan masa lalu yang mengubah hidupmu. Lalu, mencoba untuk refleksi apa yang terjadi. Sesuai namanya, reflective journaling.
- Daily journaling
Seperti namanya, journaling jenis ini akan mengajakmu untuk menuliskan apa saja yang kamu alami dalam satu hari. Apa saja.
Kamu nggak harus mencari arti dari kejadian yang terjadi. Cukup tuliskan aja. Bahkan kamu juga boleh menuliskan hal-hal buruk yang terjadi untuk melepas stress.
- Art journaling
Kegiatan journaling identik dengan menulis. Padahal sebenarnya nggak ada lho pakem khusus soal ini. Kamu bebas ‘menuliskan’ apa pun dengan gayamu sendiri. Misalnya dengan membuat art.
Apakah itu bentuknya gambar, tempelan stiker-stiker lucu, atau apa pun. Asal ini membantumu untuk terkoneksi dengan dirimu sendiri, lakukan aja.
- Travel journaling
Generasi zaman sekarang mengenal ini dengan istilah nge-blog dan nge-vlog. Namun, sebenarnya journaling dalam bentuk tulisan yang hanya dibaca sendiri, nggak kalah serunya.
Ada perasaan-perasaan yang nggak bisa direkam. Ada hal-hal yang nggak boleh dibaca orang lain yang nggak mungkin dituliskan di blog.
Selain jenis-jenis journaling ada juga jenis-jenis menuliskan journaling. Nggak ada pakem khususnya. Kamu boleh ‘menulis’ dengan cara apa pun yang kamu suka.
Kamu boleh menuliskan dalam bentuk tulisan. Kamu boleh menuliskan dengan mengumpulkan struk-struk pembayaran. Kamu juga boleh menuliskan dengan menempel potongan-potongan bungkus makanan yang kamu makan hari itu.
Kalau kamu suka jalan-jalan di alam, kamu pun bisa menuliskan dengan cara menempel daun-daun kering yang kamu temui dalam perjalanan. Gimana? Menyenangkan sekaligus menenangkan bukan?
Diskusi dengan Para Ahli
Bisa dibilang journaling adalah seni membereskan diri sendiri oleh diri sendiri. Sebelum memutuskan mengganti gaya hidup dari fast living menjadi slow living memang ada baiknya, ini dilakukan.
Seenggaknya, sebagai proses menuju diri yang baru. Namun, kalau journaling aja nggak cukup, kamu boleh juga menemui ahli. Psikolog atau psikiater.
Bertemu ahli kejiwaan, nggak lantas membuatmu dianggap gila kok. Bahkan kalau sudah menemukan psikolog yang pas, kamu bisa akan ketagihan. Ya, asal uangnya cukup sih.
Lalu untuk apa menemui psikolog? Kadang, menilai diri sendiri itu nggak adil. Ada kemungkinan kamu bias dalam memutuskan.
Misal, kamu memutuskan slow living karena kayaknya hidup seperti ini santai dan menyenangkan. Kamu salah fokus nih. Padahal slow living nggak selalu santai.
Nah, hal-hal semacam ini perlu pertolongan ahli untuk memutuskan. Biar kamu nggak bias dalam menilai dirimu sendiri.
Slow living kan nggak melambatkan semua hal. Ada yang diperlambat, ada yang dihilangkan, bahkan ada yang malah dipercepat.
Gunakan, kesempatan bertemu psikolog ini untuk mencari bantuan dalam memilah dan memilih mana yang akan kamu lanjutkan dan mana yang akan kamu cukupkan.